http://tribun-timur.com/view.php?id=63935&jenis=Opini
Kamis, 14-02-2008
Inovasi Media Sebagai Keharusan
Opini Tribun
Oleh: Aswar Hasan, Ketua KPID Sulsel
Pada tahun 1990 Bill Gates meramalkan, 10 tahun lagi (tahun 2000) surat kabar tercetak akan mati. Tetapi setelah sepuluh tahun berselang, pendiri Microsoft tersebut, kembali merevisi prediksinya, kemungkinan sekitar 50 tahun lagi ke depan, ramalannya akan mewujud.
Masyarakat akan terbiasa dengan electronic paper dan perlahan tapi pasti surat kabar tercetak akan ditinggalkan.
Sejauh mana realibilitas prediksi Bill Gates tersebut akan terwujud, masih perlu diuji kepastiannya. Paling tidak, prediksi Gates masih perlu dikomprontasikan dengan pandangan teori konvensional yang digulirkan oleh Wolfgang Riefel, selaku pemimpin redaksi Nuernberger Zeitung. Wolfgang Riefel menyatakan, media baru bukanlah pengganti atau subtitusi media lama melainkan merupakan tambahan atau kumulatif.
Ketika sejumlah surat kabar berlomba meluncurkan versi media online dimana versi tercetak di-posting secara online di situs media bersangkutan, sejumlah pengamat media meramalkan, bahwa tidak lama lagi, pelanggan terdidik menengah ke atas akan berhenti berlangganan surat kabar tercetak. Pasalnya, karena apa yang diberitakan di media cetak, sudah dapat diakses seketika, dengan menggunakan ponsel dimana pun dan kapan saja.
Sebagaimana diketahui, teknologi informasi telah membentuk kebiasaan baru masyarakat. Bagi siapa saja yang tidak segera menyesuaikan diri, ia akan tertinggal dan dilupakan. Hukum aksiomatik teknologi berkembang berdasarkan deret ukur, melampaui deret hitung. Jika tidak berani melakukan lompatan penyesuaian, kita akan tertinggal jauh. Demikianlah sifat perubahan dan penetrasi teknologi komunikasi terhadap pola dan gaya hidup dalam pergaulan masyarakat moderen.
Sebagai media yang baru eksis dengan usia relatif masih muda (empat tahun), keputusan meluncurkan media berita versi online melalui portal berita secara real time, dapat dipandang sebagai langkah berani yang penuh tantangan dan risiko. Tantangannya, media online membutuhkan penangan SDM yang faham karakteristik jurnalistik media cyber dengan kesigapan prasyarat antisipasif, khususnya implikasi atas sejumlah masalah cyber law yang sewaktu-waktu bisa bermasalah. Risikonya, Tribun Timur harus bisa mengendalikan diri, jika sewaktu-waktu (di masa datang) terjadi migrasi kebiasaan dari tradisi membaca media cetak menuju kebiasaan baru yang hanya doyan membaca media online, sebagaimana yang diprediksi Bill Gates.
Untuk menelisik bagaimana wujud ramalan-prediksi- antara penggiat media cyber oleh Bill Gates, dan aktifis media cetak yang dipelopori oleh Wolfgang Riefel, penulis tidak akan melihatnya secara vis a vis yang berangkat dari salah satu sudut pandang ekstrem masing-masing pihak. Sangat boleh jadi, beberapa sudut pandang dari mereka berdua, memiliki unsur kekuatan realibilitas (berpeluang menjadi nyata). Bahkan, dari keduanya sangat mungkin mengalami proses sinergisitas dalam wujud mutual simbiosis (berhubungan yang saling menguntungkan).
Setidaknya, sinergisitas kedua sisi pandang tersebut, mulai tampak pada inovasi media cetak Tribun Timur, khususnya ketika berinisiatif meluncurkan portal Tribun-Timur.Com sebagai media online. Menariknya, karena Tribun Timur tidak lagi sekadar memindahkan isi (content) edisi media cetak (print edition) ke media online di portal www. tribun-timur.com. Sejak September 2007, seiring dengan pertumbuhan pesat media cetak Tribun Timur (bertumbuh pesat sekitar 1500 persen) masyarakat luas sudah dapat mengakses berita Tribun Timur secar real time. Jika sebelumnya, berita real time (kejadian aktual) menjadi market leader segenap media siaran, maka saat ini, hal itu sudah terbagi ke media cetak versi online.
Model pemberitaan secara real time melalui media online yang isinya tidak lagi berupa copy paste dari edisi cetak, menjadi menarik secara menantang untuk dicermati ke depan, khususnya terhadap wujud -nasib- media massa cetak sebagaimana ramalan Bill Gates dan Wolfgang Riefel.
Jika saja Tribun Timur sekadar mem-posting isi beritanya di portal media online sebagaimana halnya yang ada di versi media cetak (copy paste), sangat boleh jadi, di masa depan, orang tidak lagi begitu membutuhkan media massa berita versi cetak (media print), akan terjadi migrasi pembaca ke media online, sebagaimana prediksi Bill Gates. Logikanya sederhana, yaitu jika berita yang sama sudah tersedia dan sewaktu-waktu sudah bisa diakses dimana saja, maka untuk apa lagi berlangganan media cetak?
Akan tetapi, jika ketersediaan informasi di media online tampil dengan sifat, bentuk dan dengan isi yang berbeda dari apa yang tersaji di versi media cetak, maka orang akan tetap membutuhkan versi media cetak. Terlebih lagi, jika isi berita dan informasi yang tersaji di versi media online hanya bersifat informatif dini secara aktual, dan masih perlu pendalaman atau investigatisi dari beberapa sudut pandang. Pendalaman atau investigasi kejadian sebagai peristiwa berita yang sudah tertuang di media online tersebut, tentunya masih memerlukan waktu kerja yang cukup. Pada sisi inilah, posisi dan peran media cetak tidak tergantikan. Bahkan, bisa memamfaatkan dan memenangkan situasi atas kebutuhan informasi yang konprehensif dan mendalam dari khalayak pembaca.
Dalam konteks dan perspektif inilah, maka ke depan, Tribun Timur semakin mendesak untuk melakukan sinergisitas isi dan format berita, antara versi media cetak dengan versi media online. Bukan untuk saling mematikan atau berkompetisi, tetapi seyogyanya bisa bersinergi, saling menghidupkan secara siombiosis. Contohnya, jika sebuah berita X yang tersaji di versi media online mendapat respon yang meluas dan positif dari pengakses, -mengingat di media online, respon pengakses dapat diketahui secepatnya, tidak sebagaimana di media cetak- maka untuk edisi media cetak, masalah X tersebut harus mendapat perhatian untuk menjadi pembahasan secara konprehensif dan mendalam.
Dengan demikian, maka paling tidak, khalayak pembaca akan tetap membutuhkan kedua bentuk media tersebut. Maka dalam pada itu, inovasi teknologi informasi di media Tribun Timur untuk saat ini dan kedepan, dalam perspektif prediksi Bill Gates, tidaklah sepenuhnya benar. Di sisi lain, pandangan Wolfgang Riefel, menjadi patut dan relevan untuk dipertimbangkan.
Teknologi Informasi
Dalam catatan HUT Ke- 4 Tribun Timur (9/2-2008) Dahlan, selaku pemimpin redaksi Tribun Timur, menulis, dalam masyarakat yang berubah, ada satu kekuatan yang begitu dahsyat yang mendorong, menciptakan, dan mengarahkan perubahan. Kekuatan dahsyat itu adalah teknologi informasi. Lebih lanjut, Dahlan mengutip pandangan Charles Darwin, bahwa untuk mampu bertahan di era teknologi dengan perubahan yang gencar dan dahsyat itu, dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri. Bahwa pada akhirnya, bukan yang kuat yang bertahan hidup (survival), melainkan yang bisa menyesuaikan diri. Terbukti, banyak media besar dan kuat, yang pada akhirnya punah, karena tidak mampu menyesuaikan diri.
Teknologi informasi adalah lokomotif perubahan. Siapa yang tidak mampu mengantisipasinya akan tergilas oleh roda sejarah perubahan. Tidak sedikit persoalan yang ditimbulkan oleh inovasi IT (Teknologi Informasi) tersebut. Maka, perdebatan pun bermunculan. Salah satunya, adalah pandangan yang mempolemikkan, bahwa perkembangan IT seharusnya mempermudah persoalan hidup manusia, bukan justru memperumit kehidupan, dengan menciptakan ketergantungan dan keterjajahan oleh IT. Di tengah polemik tersebut, setidaknya dibutuhnya pemahaman tentang karakteristik dinamika IT itu sendiri, dalam kaitannya dengan eksistensi dan relevansi kebutuhan manusia. Tanpa pemahaman dasar seperti itu, akan sulit mensikapi arus dahsyat perubahan IT yang terus mengejolak di tengah kehidupan kita.
Dalam kajian media, ada tiga pendekatan upaya memahami perkembangan teknologi komunikasi (Wilhelm, 2000). Pertama, pendekatan Dystopian. Kelompok ini, sangat hati-hati dan bersikap kritis tehadap penerapan teknologi komunikasi, sebab dampak yang ditimbulkan, bisa mengacaukan kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu bangsa. Di antara tokoh pendukung Dystopian, adalah; Edmun Husserl, Heidegger, dan Hanna Arendt.
Pandangan kedua, berasal dari kaum Neo Futuris. Kelompok ini, didukung oleh John Naisbitt, Alvin Toffler, dan nicholas Negroponte. Mereka berpandangan, bahwa kehadiran IT harus diterima sebagai bentuk kemajuan dan kreativitas manusia. Mereka menolak kaum Dystopian yang lebih banyak bernostalgia dan menganggap kemajuan teknologi yang tidak terkontrol, bisa mengancam eksistensi manusia.
Salah seorang tokoh Neo Futuris, Alvin Toffler, mengatakan, bahwa daripada berjuang sia-sia untuk membatasi percepatan ritme kehidupan kontemporer (kehidupan moderen berdasarkan teknologi), maka yang mendesak, adalah kita seharusnya berupaya terus menerus memperbaiki dan berpikir ulang mengenai tujuan sosial kita, dari sudut perubahan yang revolusioner. Dampak dari ketidaksiapan menghadapi perubahan dan kemajuan teknologi tersebut, adalah terjadinya goncangan masa depan (future Shock). Olehnya itu, kata Toffler, dari pada memunculkan pemberontakan melawan masa depan, maka harus sejak sekarang, mulai mengantisipasinya dengan mendesain masa depan itu sendiri.
Pandangan ketiga, menamakan diri sebagai Teknorealis. Faham ini, bertujuan untuk menjadi juru damai antara pandangan Dystopian dan Neo Futuris dalam hal penerapan teknologi komunikasi dan dampaknya dalam kehidupan masyarakat. Teknorealis berpendapat, bahwa teknologi tidaklah netral, dimana misalnya, temuan dan dampak internet adalah revolusioner, membawa perubahan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, dan hal itu bukan utopia, tetapi sebuah kenyataan yang harus dihadapi. Mereka menyadari, bahwa saat ini telah terjadi ironi kemajuan IT yang banyak berakhir dengan memperalat manusia dalam kehidupannya. Padahal awalnya, IT dimaksudkan sebagai alat mengontrol ruang dan waktu bagi kepentingan manusia. Bukan justeru sebaliknya. Kelompok Teknorealis banyak dipelopori oleh kaum profesional, termasuk sejumlah jurnalis dan akademisi yang bergerak dalam kajian teknologi media.
Pada akhirnya, kita pun harus bertanya. Model perubahan dengan cara pandang yang mana akan dilakukan oleh media Tribun Timur? Kita tunggu hasilnya. (***)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment